Jejak Kreativitas Hari Santri Nasional di Pesantren At-Tajdid Muhammadiyah Tasikmalaya

Tasikmalaya, 22 Oktober 2025 – Langit pagi di Pesantren At-Tajdid Muhammadiyah Tasikmalaya tampak lebih cerah dari biasanya. Deretan santri bersarung rapi memenuhi lapangan pesantren dengan wajah penuh semangat. Lantunan ayat suci menggema, menandai dimulainya peringatan Hari Santri Nasional 2025 yang tahun ini mengusung tema “Jihad Santri Jayakan Negeri.”
Namun, ada yang berbeda dari peringatan tahun ini. Selain apel dan doa bersama, suasana Hari Santri di Pesantren At-Tajdid Muhammadiyah Tasikmalaya semakin semarak dengan beragam kegiatan perlombaan yang menggugah semangat para santri.
Sejak pagi, aula dan halaman pesantren dipenuhi oleh gema suara lantang dari Lomba Adzan, lantunan ayat suci yang merdu dalam Lomba Tahfidz dan Tilawah Al-Qur’an, serta semangat kompetitif santri dalam Lomba Pidato, Kaligrafi, dan Cerdas Cermat Islami.
Setiap kegiatan menjadi ajang menyalakan semangat juang dan kreativitas, menunjukkan bahwa santri tidak hanya kuat dalam hafalan dan ibadah, tetapi juga berani tampil dan berprestasi dengan akhlak yang santun.
Dan yang paling menarik, tahun ini para santri At-Tajdid juga merayakan Hari Santri dengan cara yang lebih mendalam: melalui tulisan. Karya-karya mereka tak hanya dibacakan di pesantren, tetapi juga berhasil menembus berbagai media daerah di Tasikmalaya dan Priangan Timur, menjadi bukti bahwa suara santri kini telah melampaui dinding pondok.
Ketika Santri Bicara dengan Pena
Kegiatan literasi di Pesantren At-Tajdid menjadi bagian penting dari pembinaan karakter dan penguatan visi pesantren: “Membentuk generasi yang mulia dalam akhlak, unggul dalam ilmu, dan terampil dalam amal.” Melalui program Festival Karya Tulis Santri, para santri diajak untuk menulis kisah, refleksi, dan gagasan yang berakar dari pengalaman hidup mereka di pesantren.
“Kami ingin santri bukan hanya pandai mengaji, tapi juga mampu menulis dan berdialog dengan zaman,” ujar Siti Kusmiati pembimbing literasi pesantren dalam wawancaranya.
Beberapa karya bahkan mendapat apresiasi dan liputan dari media daerah, termasuk Tasikmalaya Today, Radar Priangan, dan SantriNews Jawa Barat. Fenomena ini menunjukkan bahwa semangat literasi di pesantren kian mendapat tempat di mata publik.
Karya Terbaik Santri At-Tajdid 2025
Berikut adalah karya-karya santri yang menjadi sorotan pada peringatan Hari Santri Nasional tahun ini:
“Air Mata Seorang Santri” – Sahlan Cahya Afriza (Kelas 9)
Kisah mengharukan tentang seorang remaja bernama Reza yang meninggalkan kehidupan jalanan untuk menempuh jalan pesantren. Cerita ini menegaskan pesan sederhana namun kuat pesantren bukan tempat hukuman, melainkan tempat penyembuhan.
“Pesantren itu bukan tempat buangan, tapi tempat buat orang yang berani bangkit dan pengen hidupnya lebih berarti.”
“Absen 241” – Aura Nur Amalia (Kelas 10)
Cerpen fiksi ilmiah tentang santriwati bernama Khaira yang menciptakan sistem absensi digital. Ketika sistem itu menampilkan “santri ke-241” yang tak terdaftar, muncul kisah misteri penuh makna spiritual. Karya ini memadukan teknologi, kecerdasan, dan nuansa pesantren sekaligus mengangkat citra santri sebagai generasi melek digital.
“Jejak Sejarah Santri” – Syahdan Ibrahim Al Fadl (Kelas 8)
Tulisan sejarah yang menggambarkan perjuangan santri di masa kolonial. Dari kisah bambu runcing hingga keteguhan hati dalam mempertahankan negeri, Syahdan menulis dengan semangat kepahlawanan yang membara. Tulisan ini dimuat di beberapa kanal berita pendidikan daerah sebagai contoh tulisan santri yang historis dan inspiratif.
“Pesantren: Sekolah Kehidupan, Madrasah Perjuangan” – Alfarobi Rafiq Ilmi (Kelas 7)
Sebuah refleksi tentang kehidupan santri yang sederhana namun penuh makna. Alfarobi menulis dengan jernih bahwa pesantren bukan sekadar tempat belajar agama, tetapi madrasah kehidupan yang menanamkan disiplin, keikhlasan, dan kepedulian sosial.
“Serban di Ujung Senja” – Nadhra Fahira (Kelas 11)
Cerita bernuansa puitik tentang Ustadz Bilal, sosok guru sepuh yang mengajarkan arti ketulusan dan keabadian ilmu. Tulisan ini menjadi pengingat bahwa ketenangan adalah tanda keikhlasan yang sejati.
“Sujud di Tengah Bising Dunia” – Fidela Mezzaluna Kurnia (Kelas 8)
Tulisan kontemporer yang memotret santri era digital yang berjuang berdakwah melalui media sosial di tengah derasnya ujaran kebencian. Faqih, tokoh utamanya, menjadi simbol santri moderat dan berpikiran maju yang selaras dengan semangat Islam Berkemajuan Muhammadiyah.
Dari Pesantren untuk Peradaban
Festival karya tulis ini bukan sekadar lomba, tetapi juga bentuk jihad intelektual. Para santri diajak untuk menjadikan pena sebagai alat perjuangan dan dakwah. Dengan menulis, mereka tak hanya menuangkan pikiran, tapi juga menanamkan nilai — tentang perjuangan, cinta ilmu, dan kasih sayang.
“Menulis adalah ibadah bila diniatkan untuk kebaikan. Dan santri yang menulis sesungguhnya sedang mewariskan cahaya,” tutur Yusep Rafiqi Mudir Pesantren dalam penutupan acara.
Meneguhkan Jati Diri Santri
Peringatan Hari Santri Nasional di Pesantren At-Tajdid Muhammadiyah Tasikmalaya menjadi simbol kebangkitan generasi literat yang beriman. Dari bilik asrama hingga layar media nasional, suara santri kini menggema sebagai penanda bahwa pesantren bukan hanya benteng iman, tapi juga menara ilmu dan peradaban.
Dari Pena Santri untuk Masa Depan Indonesia
Hari Santri di Pesantren At-Tajdid Muhammadiyah Tasikmalaya menjadi pengingat bahwa santri hari ini bukan hanya penerus masa lalu, tetapi pembentuk masa depan., Mereka membaca kitab dengan hati, menulis dengan nurani, dan berdakwah dengan karya. Di tangan para santri literat inilah, semangat Islam Berkemajuan tumbuh menjadi gerakan nyata — menebarkan cahaya ilmu, membangun peradaban, dan menjaga nilai-nilai luhur bangsa dengan penuh keikhlasan.
“Dari pesantren untuk peradaban, dari pena santri untuk masa depan Indonesia.”
Redaksi: A. Syawaludin
Bagikan :


