logo

Membangun Gerakan Islam Berkemajuan melalui Integrasi Nilai Islam dan Kecerdasan Artifisial

ARTIKEL
admin
11 Juni 2025
Membangun Gerakan Islam Berkemajuan melalui Integrasi Nilai Islam dan Kecerdasan Artifisial

Tasikmalaya - Dalam sejarah panjang peradaban Islam, teknologi tidak pernah dipandang sebagai lawan, melainkan sebagai alat untuk meneguhkan nilai-nilai ketauhidan, kemanusiaan, dan kemajuan. Jejak ini terbaca dari kontribusi para ilmuwan Muslim dalam bidang matematika, kedokteran, astronomi, hingga filsafat. Kini, ketika dunia memasuki era kecerdasan artifisial (Artificial Intelligence/AI), tantangan serupa hadir kembali bagaimana nilai-nilai Islam dapat hadir dalam konfigurasi teknologi mutakhir yang sangat cepat berkembang ini?

Bagi Muhammadiyah, kemajuan bukanlah ancaman. Sebaliknya, ia adalah keniscayaan zaman yang harus dijawab dengan sikap terbuka, kritis, dan etis. Gerakan Islam Berkemajuan yang diusung Muhammadiyah sejak kelahirannya telah menempatkan ijtihad dan tajdid sebagai pilar utama untuk menjawab perubahan sosial, ilmu pengetahuan, dan peradaban. Dalam konteks AI, tajdid bukan sekadar memperbarui bentuk dakwah, tetapi juga membangun kerangka etika dan spiritualitas yang mampu menuntun pemanfaatan teknologi ke arah yang maslahat.

Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Prof. Dr. Haedar Nashir, menyatakan bahwa kemajuan teknologi seperti AI dapat menjadi instrumen dakwah, pendidikan, dan pemberdayaan jika dibingkai dalam nilai Islam yang mencerahkan, memajukan, dan memanusiakan manusia. Dengan demikian, AI bukan alat netral tanpa nilai ia harus diarahkan oleh panduan moral yang bersumber dari ajaran Islam yang rahmatan lil-‘alamin.

Kecerdasan Artifisial Sebagai Tantangan Baru dalam Dakwah

AI hari ini hadir dalam berbagai bentuk dari mesin pencari pintar, chatbot, hingga sistem pembelajaran adaptif. Dalam dunia pendidikan, misalnya, AI dapat digunakan untuk merancang pengalaman belajar yang lebih personal. Penelitian oleh Dinata dkk. (2024) menunjukkan bahwa penerapan model AI berbasis gaya belajar VARK (Visual, Auditory, Reading/Writing, Kinesthetic) mampu meningkatkan efektivitas pembelajaran pendidikan agama Islam di sekolah-sekolah. Ini menjadi bukti bahwa AI dapat dimanfaatkan untuk memperkaya metode pengajaran, bukan menggantikannya.

Dalam konteks dakwah, AI dapat memainkan peran sebagai alat komunikasi modern yang efektif. Chatbot keislaman, misalnya, kini sudah mulai digunakan untuk menjawab pertanyaan seputar akidah, ibadah, dan etika secara instan dan informatif. Studi oleh Nabila et al. (2023) menunjukkan bahwa mahasiswa merasa terbantu dengan chatbot dakwah yang responsif dan berbasis dalil. Maka, dakwah tidak lagi terbatas pada mimbar, tetapi juga dapat hadir dalam bentuk algoritma yang menyapa pengguna 24 jam sehari selama dibingkai oleh nilai kejujuran dan pertanggungjawaban ilmiah.

Namun, perkembangan ini juga membawa tantangan besar. AI berisiko mengikis aspek-aspek insani dan spiritual jika tidak diarahkan oleh etika. Zulkarnain (2022) dalam artikelnya Islam in the Midst of AI-Struggles menegaskan bahwa AI adalah refleksi dari nilai-nilai yang mengendalikannya, dan tanpa kerangka moral yang kokoh, ia bisa menjadi alat dominasi, bukan pemberdayaan. Di sinilah peran penting institusi Islam seperti Muhammadiyah bukan sekadar mengejar kecanggihan teknologi, tetapi juga menjadi penjaga nilai dan arah penggunaannya.

Peran Strategis Pesantren Muhammadiyah di Era Digital

Pesantren At-Tajdid Muhammadiyah Tasikmalaya, sebagai bagian dari amal usaha persyarikatan, memiliki posisi strategis untuk menjembatani nilai-nilai Islam dengan kemajuan teknologi. Pesantren hari ini tidak hanya dituntut mengajarkan Al-Qur’an, fikih, dan akhlak, tetapi juga perlu mempersiapkan santri yang melek teknologi dan kritis terhadap perkembangan zaman. Ini bukan berarti meninggalkan tradisi keilmuan klasik, melainkan memperluas jangkauannya melalui sarana digital yang tersedia.

Integrasi nilai Islam dengan teknologi dapat dilakukan melalui berbagai pendekatan, seperti pengembangan kurikulum literasi digital Islami, pelatihan penggunaan AI dalam pembelajaran, hingga kolaborasi riset antara pesantren dan perguruan tinggi Muhammadiyah. Pesantren juga dapat menjadi laboratorium sosial yang mengembangkan model dakwah digital yang moderat, mencerahkan, dan berbasis data.

Muhammadiyah sendiri telah lama menempatkan pendidikan sebagai ujung tombak tajdid (Pembaharuan). Maka, keterlibatan pesantren dalam isu-isu kontemporer seperti AI bukanlah penyimpangan dari tradisi, melainkan kelanjutan dari semangat ijtihad KH. Ahmad Dahlan. Seperti yang ditegaskan dalam studi Jailani & Suyadi (2021), tajdid dalam Muhammadiyah adalah kemampuan menyesuaikan nilai Islam dengan konteks zaman tanpa kehilangan ruh wahyu.

Menjadi pelopor dalam penggunaan teknologi yang bermoral adalah panggilan sejarah. Dunia membutuhkan contoh bahwa kemajuan tidak harus menyingkirkan spiritualitas, dan bahwa Islam bukan agama yang tertinggal oleh zaman, melainkan kekuatan yang membentuk arah zaman. AI bukan akhir dari perjuangan, melainkan awal dari babak baru ijtihad dan peradaban.

Pembaharuan Teknologi sebagai Jalan Peradaban Islam

Gerakan Islam Berkemajuan yang menjadi jantung dakwah Muhammadiyah menemukan ladang baru di era kecerdasan artifisial. AI bukanlah musuh, melainkan peluang strategis untuk memperluas cakrawala dakwah, memperkuat pendidikan, dan membumikan nilai-nilai Islam yang lebih adaptif dan kontekstual. Namun, teknologi ini harus diarahkan oleh nilai, bukan hanya dikuasai secara teknis. Di sinilah pentingnya tajdid (Pembaharuan) dalam arti yang lebih luas yakni pembaruan pemikiran, pendekatan, dan instrumen dalam membangun peradaban Islam masa depan.

Pesantren-pesantren Muhammadiyah, seperti At-Tajdid Muhammadiyah Tasikmalaya, memegang peran penting dalam transformasi ini. Dengan mengintegrasikan nilai-nilai Islam, kecanggihan teknologi, dan semangat tajdid, pesantren dapat melahirkan generasi yang bukan hanya saleh secara spiritual, tetapi juga cakap secara intelektual dan digital. Sebab, masa depan umat Islam tidak cukup ditopang oleh semangat tradisionalisme saja, melainkan juga oleh keberanian menghadapi zaman secara progresif.

Kecerdasan artifisial mungkin diciptakan oleh manusia, tetapi nilai yang membimbing penggunaannya haruslah berasal dari wahyu. Inilah ladang perjuangan baru Muhammadiyah dalam membangun peradaban Islam yang berakar pada tauhid, berorientasi pada kemaslahatan, dan mampu berdialog dengan masa depan. Pembaharuan teknologi adalah bagian tak terpisahkan dari tajdid peradaban.

Redaksi : Akbar Syawaludin, S.Sos.

Bagikan :